Pengantar Pendidikan merupakan sektor yang paling penting dalam mempersiapkan Indonesia sebagai negara maju di masa yang akan datang, setidaknya di tahun 2025 sebagai akhir dari RPJPN 2005-2025, masyarakat Indonesia menjadi masyarakat yang cerdas berdaya saing. Untuk itu, sejak tahun 2003, pendidikan direvitalisasi dengan perubahan paradigma yang dianut, dari pendidikan sentralistik berbasis UU Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional menjadi pendidikan yang demokratis di tahun 2003. Dan, salah satu bentuk keputusan strategisnya adalah memberi kepercayaan yang sangat besar pada guru untuk meningkatkan perbaikan mutu sekolah untuk perbaikan mutu pendidikan secara nasional. Untuk itu, pada tahun 2005, Indonesia mengundangkan UU Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Ditegaskan pada Pasal 10 ayat 1 UU Nomor 14 tahun 2005, bahwa guru harus memiliki empat (4) kompetensi, meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi. Inilah standar minimal seorang guru di Indonesia, khususnya guru-guru sekolah/madrasah formal, untuk menopang pelaksanaan tugas mereka dalam menghantarkan bangsa ke depan menjadi negara maju dengan mengandalkan kekuatan sumber daya manusia, lewat paradigma “knowledge based economy”, ekonomi berbasis pengetahuan. Keempat kompetensi itu harus mereka peroleh melalui pendidikan dan dibuktikan dengan sertifikat pendidik yang memberinya kewenangan untuk melaksanakan tugas sebagai pendidik. Dalam melaksanakan tugasnya, pemerintah juga mempersiapkan tunjangan profesi, baik guru negeri maupun swasta. Salah satu yang harus dipersiapkan untuk menjadi calon guru, dan harus dimiliki oleh setiap guru yang bertugas di sekolah/madrasah, adalah kompetensi kepribadian, atau kecerdasan personal. Kompetensi Kepribadian Kompetensi kepribadian merupakan salah satu kompetensi yang sangat penting untuk bisa dipenuhi setiap calon guru maupun guru yang mengajar di sekolah/madrasah agar dapat melaksanakan tugas dengan baik. Memang, kompetensi kepribadian bukan bagian dari bahan yang akan dan harus diajarkan para guru pada para siswa mereka, tapi merupakan kekuatan yang harus dimiliki setiap guru, agar dapat menghantarkan para siswanya menjadi orang-orang cerdas (smart citizen). Guru pintar tidak akan terlalu bermanfaat jika tidak memiliki komitmen untuk mengajar dengan baik. Komitmen untuk mengajar, membimbing dan mendampingi para siswanya belajar, merupakan bagian dari kompetensi kepribadian. Akan tetapi, kualifikasi kompetensi kepribadian tidak sesempit komitmen mengajar, membimbing dan mendampingi para siswa belajar agar menjadi anak-anak berprestasi di masa yang akan datang. Maria Liakopoulou[1],peneliti dari Aristotle University of Thessaloniki Makedonomaxon, Halastra Thessaloniki, Yunani, menegaskan bahwa kompetensi kepribadian meliputi sifat-sifat yang berkaitan langsung dengan pelaksanaan tugas mereka sebagai guru, yang dapat dilatih dan dikembangkan melalui pendidikan dan pelatihan. Selanjutnya dia membagi kepribadian tersebut ke dalam lima kelompok sifat sebagai berikut:
Seorang guru harus memiliki sifat profesional, dengan ciri-ciri utama memiliki komitmen untuk bekerja keras, memiliki rasa percaya diri yang baik, bisa dipercaya dan menghargai orang lain. Salah satu hal yang amat penting dari sifat profesional adalah memiliki komitmen untuk bekerja keras untuk kemajuan sekolah. Ciri-ciri orang memiliki komitmen bekerja dengan baik, menurut V. Murale, R Preetha, dan Juhi Singh Arora[2], setidaknya memiliki tiga ciri utama, yakni: Sangat percaya terhadap tujuan-tujuan dan nilai-nilai oragnisasi (dalam konteks ini adalah sekolah/madrasah). Memiliki keinginan yang kuat untuk melaksanakan usaha-usaha yang sudah sangat dipertimbangkan untuk dan atas nama organisasi (sekolah/madrasah). Memiliki keinginan yang kuat untuk terus bekerja dan menjadi bagian dari organisasi (sekolah/madrasah). Sifat profesional dalam kepribadian seorang guru akan terlihat dari sikap komitmennya terhadap pekerjaan dan institusi pendidikan tempat dia mengajar, yang ditandai dengan tiga indokator besar, yakni sangat mempercayai institusinya, sangat ingin memajukan institusi pendidikan tempat dia bekerja, dan dia akan sangat berkeinginan untuk terus mendedikasikan keahliannya di institusi tempat di bekerja. Kemudian, sifat profesional dalam kepribadian seorang guru juga dapat dilihat dari rasa percaya diri, yang ditandai antara lain, memiliki motivasi yang kuat untuk berprestasi, memiliki emosi yang stabil, tidak meledak-ledak, bisa bekerjasama dengan orang lain, dan selalu mampu memberijalan keluar untuk setiap persoalan yang dihadapi dalam kelompoknya. Kemudian seorang guru dengan kerpibadian yang baik dan memiliki rasa percaya diri harus memperlihatkan cara berfikir yang selalu positif, selalu berkeinginan keras untuk memajukan insitusi, siap menghadapi risiko, dan sealu sehat, ceria dan energetik. Di samping itu, sifat profesional dalam kepribadian guru juga akan terlihat dari pribadinya yang luhur yang dapat dipercaya oleh orang lain. Sifat dapat dipercaya tersebut bisa ditandai dengan dua indikator besar yakni, kebiasaan berbuat kebajikan, yang ditandai dengan sikap yang sangat loyal pada institusi, pada kebijakan bersama dan loyal terhadap pekerjaan yang dipercayakan kepadanya, kemudian bersikap terbuka, peduli dan selalu memberi dukungan pada institusinya. Kemudian, sifat dapat dipercaya juga bisa dilihat dari integritasnya terhadap berbagai nilai dalam pelaksanaan pekerjaan, yakni nilai-nilai kejujuran, keadilan, konsistensi dan selalu memenuhi janji[3]. Terakhir, sifat profesional dalam kepribadian guru juga bisa dilihat dari sikapnya yang menghargai orang lain, sehingga tidak akan menyia-nyiakan sisiwanya, dan tidak akan menyia-nyiakan orang tua siswa. Dengan demikian, dia akan menghasilkan hasil pendidikan yang memberi kepuasan kepada para siswa, orang tua siswa dan para pengguna lulusan, memberi kepuasan dalam proses layanan pendidikan, waktu yang bisa dihitung, biaya bisa dihitung dan produktifitas meningkat, bahkan nama baik dan keuntungan institusi juga terus meningkat. Kemudian dari itu, seorang guru profesional harus memiliki sifat kritis dan mampu berfikir analitis sebagai wujud kepribadian saintifik mereka. Sifat kritis dan kemampuan berfikir ini merupakan karakter yang dimiliki sebagai hasil proses pendidikan keguruan mereka sebelum menjadi guru. Kemampuan berfikir analistis sangat diperlukan bagi setiap guru agar mampu mendorong para siswanya menjadi kritis, dan memiliki kemampuan berfikir analitis dalam pelajaran yang mereka pelajari. Bagaimana para siswa akan menjadi cerdas dan memiliki kemampuan analisis yang baik jika gurunya sendiri tidak memiliki kemampuan berfikir analisis. Dan kenapa kemampuan analisis ini menjadi sangat penting? Linda Elder and Richard Paul, menjelaskan bahwa kalitas hidup dan apa-apa yang dihasilkan manusia, akan sangat tergantung pada kualitas berfikir manusia. Berfikir buruk itu sangat mahal, baik dari aspek uang maupun waktu. Jika kita ingin berfikir baik, maka kita harus memahami dasar-dasar berfikir yang baik.[4] Selanjutnya Linda Elder dan Richard Paul menjelaskan, setidaknya ada delapan (8) elemen berfikir analitis yang harus dipenuhi oleh setiap guru agar para siswa mampu melatih kamampuan berfikirnya dengan baik, yakni:
Inilah delapan unsur berfikir analisis yang pada umumnya para akademisi merujuknya serta menggunakannya sebagai langkah-langkah berfikir analitis, dan dijadikan variabel pengukuran kemampuan berfikir analisis seseorang. Dan bersamaan dengan itu pula, bahwa berfikir analitis harus konsepsional, yakni menggunakan teori-teori, model-model yang dapat dirujuk dari berbagai pendapat para ahli dalam bidangnya, dan memiliki legitimasi akademik untuk dirujuk. Berfikir analitis tidak cukup hanya dengan menggunakan logika rasional, dialektis, dan bahkan sistematis, tanpa menggunakan rujukan teri, model atau aksioma, karena akan terjebak dengan pemanfaatan common sense yang bisa jadi terbantah oleh teori-teori yang sudah berkembang. Kemudian dari itu, guru juga harus berkepribadian baik dengan memiliki sifat ekspektatif, dalam tiga arah ekspektasi, yaknipertama dia bisa diharapkan oleh manajemen, orang tua siswa dan para siswa sendiri untuk bisa bekerja produktif, menghasilkan siswa yang cerdas, dan bisa mendampingi seluruh siswanya belajar. Kedua, dia juga harus memberi harapan pada para siswanya, bahwa mereka bisa menjadi orang-orang hebat, tidak boleh berpretensi negatif pada para siswanya, dan tidak boleh memandang remeh para siswanya, tidak boleh sinis pada siswa karena lambat memahami pelajaran, dan tidak boleh sinis karena siswanya berprilaku nakal. Dampingi mereka, sayangi mereka dan perbaiki prilakunya. Ketiga, dia juga harus menaruh harapan penuh pada profesinya sebagai guru, bahwa profesi guru adalah profesi terbaik bagi dirinya. Dia tidak boleh sinis dengan pekerjaannya. Seorang guru tidak boleh berkata bahwa profesi keguruan adalah profesi orang-orang miskin. Mereka harus bangga dengan profesinya sebagai guru. Tidak baik bagi seorang guru untuk mempermasalahkan profesi keguruannya dengan mengkaitkannya pada indeks gaji yang tidak memadai, karena dia masuk setelah dia tahu bahwa gajinya tidak memadai. Kalau tidak suka dengan indeks gaji seperti itu, ambil putusan segera, dan cari alternatif yang lebih baik. Tidak boleh profesi keguruan menjadi terhina oleh guru sendiri hanya karena indeks gajinya yang tdiak memadai. Demikian pula dengan sikap mereka pada siswanya[5]. Untuk menjadi seorang guru yang berkepribadian baik, seseorang juga harus memiliki sifat manajerial, dengan fleksibbilitasnya dalam menghadapi para siswa dalam kelas. Dia harus memiliki keahlian dalam perencanaan kelas, mengorganisasi kelas sejak hari pertama dia bertugas, cepat memulai kelas, melewati masa transisi dengan baik, memiliki kemampuan dalam mengatasi dua atau lebih aktifitas kelas dalam satu waktu yang sama. Kemudian dia juga harus mampu memelihara waktu bekerja serta menggunakannya secara efisien dan konsisten, dapat meminimalisasi gangguan, dapat menerima suasana kelas yang ribut dengan kegiatan pembelajaran, memiliki teknik untuk mengontrol kelas, dapat memelihara suasana tenang dalam belajar, dan tetap dapat menjaga siswa untuk tetap belajar menuju sukses[6]. Dan semua yang dilakukannya harus bisa dipertanggung jawabkan pada kepala sekolah dan komite sekolah, sehingga tidak ada satu pihak pun yang merasa dirugikan dengan layanan guru profesional, dan bahkan semua fhak merasa puas dengan layanan pembelajaran dari mereka. Kompetensi kepribadian juga harus dilengkapi dengan kemampuan beradaptasi dengan lingkungannya, dia harus mampu mengembangkan dua karakterisitik interaksi guru dengan lingkungannya melalui dua budaya, collegiality dan collborasi.Collegiality bermakna interaksi guru dengan sesamanya baik dalam aspek intelektual, sosial, moral, emosional, dan bahkan mungkin dalam aspek politik atau kebersamaan dalam aktifitas organisasi profesi, Sedangkan Collaborasi lebih pada konteks kerjasama intelektual, saling membimbing dalam pengembangan kurikulum, pembelajaran, evaluasi dan berbagai aktifitas diskusi penyelesaian berbagai persoalan pekerjaan sebagai guru[7]. Dua karakter peribadian guru tersebut, akan beririsan dengan kompetensi sosial, tapi masih lebih kuat sebagai kompetensi kepribadian, karena guru profesional harus mampu berinteraksi dan mengembangkan relasi sosialnya minimal dengan kolega guru dan tata usaha di sekolahnya, tidak boleh teralienasi dari lingkungannya. Bagaimana guru bisa berkomunikasi dengan orang tua siswa, jika berkepribadian sangat tertutup atau lebih suka menyendiri, introvert, dan tidak menyukai berkomunikasi dengan orang lain, padahal perkembangan siswanya harus disampaikan pada orang tuanya, pada kepala sekolah, atau pada pada walinya. Inilah lima ciri kompetensi kepribadian calon guru atau guru profesional, yang terkait langsung dengan tindakan mereka sebagai seorang guru, agar mampu menghantarkan para siswanya menjadi smart and competitive citizen, melalui proses pembelajaran yang dikelola oleh dia dengan melibatkan tiga kompetensi lainnya, pedagogik, profesional dan sosial. Akan tetapi masih banyak kompetensi kepribadian yang harus dipenuhi guru profesional dan sangat mendukung karya-karya profesi mereka sebagai seorang guru. Sifat-sifat tersebut antara lain adalah sebagai berikut[8].
Inilah beberapa sifat kepribadian guru yang ideal yang bisa diharapkan akan mampu membawa perubahan pada tradisi belajar para siswa, agar menjadi SDM bangsa yang cerdas berdaya saing. Dan supaya mereka nyaman dalam pelaksanaan tugas, maka para guru dan calon guru harus diyakinkan bahwa profesi guru adalah pilihan terbaik baginya. Tidak boleh sinis dengan pekerjaannya. Dia tidak boleh berkata bahwa profesi keguruan adalah profesi orang-orang miskin. Mereka harus bangga dengan profesinya sebagai seorang guru. Tidak baik bagi seorang guru untuk mempermasalahkan profesi keguruannya dengan mengkaitkannya pada indeks gaji yang tidak memadai, karena dia masuk setelah dia tahu bahwa gajinya tidak memadai. Kalau tidak suka dengan indeks gaji seperti itu, ambil putusan segera, dan cari alternatif yang lebih baik. Tidak boleh profesi keguruanmenjadi terhina oleh guru sendiri hanya karena indeks gajinya yang tdiak memadai. Wallahu a’lam bi al-Shawab. Daftar Bacaan Maria Liakopoulou, The Professional Competence of Teachers: Which qualities, attitudes, skills and knowledge contribute to a teacher’s effectiveness, International Journal of Humanities and Social Science Vol. 1 No. 21 (Special Issue) – December 2011. V. Murale, R Preetha, dan Juhi Singh Arora, Employee Commitment and Patient Satisfaction: An Initial Reflection from Indian Healthcare Sector, Paper was Presented in the Conference on Advances in Environmental Science and Energy Planning, 2015. Jason A. Colquitt, Brent A. Scott, and Jeffery A. LePine,Trust, Trustworthiness, and Trust Propensity: A Meta-Analytic Test of Their Unique Relationships With Risk Taking and Job Performance, Journal of Applied Psychology Copyright 2007 by the American Psychological Association 2007, Vol. 92, No. 4, Dr. Linda Elder and Dr. Richard Paul, Analytic Thinking How To Take Thinking Apart And What To Look For When You Do The Elements of Thinking and The Standards They Must Meet, CambrIdge UnIverSIty, UK 2009 Dede Rosyada, Paradigma Pendidikan Demokratis: Sebuah Model pelibatan Masyarakat dalam Penyelenggaraan Pendidikan, Prenada Media, Jakarta, 2004, h. 113 Lucy M Jarzabkowski, The social Dimensions of Teacher Collegiality, Journal of Educational Enquiry, Vol. 3, No. 2, Murdoch University, Western Australia, 2002, h. 2 Minghui Gao and Qinghua Liu, Personality Traits of Effective Teachers Represented in the Narratives of American and Chinese Preservice Teachers: A Cross-Cultural Comparison, International Journal of Humanities and Social Science Vol. 3 No. 2, 2013, h. 85 Eva Burchardt and Ralf Schiebuhr Christian, Basic Personal Competencies for Teachers, Counsellors, Supervisors, Albrechts−Universität zu Kiel Erziehungswissenschaftliche, h. 3 Ioannidou F., Konstantikaki V., Empathy and emotional intelligence: What is it Really About? International Journal of Caring Sciences 1(3):118–123, 2008, h. 119 [1]Maria Liakopoulou, The Professional Competence of Teachers: Which qualities, attitudes, skills and knowledge contribute to a teacher’s effectiveness,International Journal of Humanities and Social Science Vol. 1 No. 21 (Special Issue) – December 2011. [2]V. Murale, R Preetha, dan Juhi Singh Arora, Employee Commitment and Patient Satisfaction: An Initial Reflection from Indian Healthcare Sector, Paper was Presented in the Conference on Advances in Environmental Science and Energy Planning, 2015. [3]Jason A. Colquitt, Brent A. Scott, and Jeffery A. LePine,Trust, Trustworthiness, and Trust Propensity: A Meta-Analytic Test of Their Unique Relationships With Risk Taking and Job Performance, Journal of Applied Psychology Copyright 2007 by the American Psychological Association 2007, Vol. 92, No. 4, [4]Dr. Linda Elder and Dr. Richard Paul,Analytic Thinking How To Take Thinking Apart And What To Look For When You Do The Elements of Thinking and The Standards They Must Meet, CambrIdge UnIverSIty, UK 2009 [5] Dede Rosyada, Paradigma Pendidikan Demokratis, Sebuah Model pelibatan Masyarakat dalam penyelenggaraan Pendidikan, Prenada Media, Jakarta, 2004, h. 113 [6] Ibid., h. 111 [7]Lucy M Jarzabkowski,The social dimensions of teacher collegiality,Journal of Educational Enquiry, Vol. 3, No. 2, Murdoch University, Western Australia, 2002, h. 2 [8]Minghui Gao and Qinghua Liu, Personality Traits of Effective Teachers Represented in the Narratives of American and Chinese Preservice Teachers: A Cross-Cultural Comparison, International Journal of Humanities and Social Science Vol. 3 No. 2, 2013, h. 85 [9]Eva Burchardt and Ralf SchiebuhrChristian, Basic Personal Competencies for Teachers, Counsellors, Supervisors, Albrechts−Universität zu KielErziehungswissenschaftliche, h. 3 [10] Ibid., h. 4 [11]Ioannidou F., Konstantikaki V., Empathy and emotional intelligence: What is it really about?, International Journal of Caring Sciences 1(3):118–123, 2008, h. 119 [12] Dede Rosyada, Op.cit., h. 102 |
Artikel >